menu

Senin, 20 Juni 2016

Wisata dan Ziarah Di Manila, Filipina (Desember 2012)

Pada tanggal 15 Desember 2012 yang lalu, saya bertolak ke Manila, Filipina. Perjalanan itu pada dasarnya adalah untuk menemani Romo Johanes Robini Marianto, O.P. untuk menghadiri “audit” (visitasi kanonik) Master General Ordo Dominikan (OP) Fr. Bruno Cadore, OP, dari Roma.

Di dalam konstitusi Ordo Dominikan, setiap Pimpinan Tertinggi (Master General), wajib mengunjungi semua Cabang Ordo Dominikan (baca: Provinsi), minimal dua kali selama masa pemerintahan (sembilan tahun), dengan hadir sendiri atau diwakili asistennya. Karena Ordo Dominikan di Indonesia bernaung di bawah Provinsi Filipina, maka Pastor Edmund C. Nantes, OP, selaku Superior dan Romo Robini OP wajib berangkat ke Filipina.
Dalam perjalanan itu, saya  Ari L. Susanto, mahasiswa Katolik dari Untan ditemani Bapak Makarius Sintong (Wakil Sekjend Majelis Adat Dayak Nasional (MADN)) untuk secara langsung mengalami suasana Natal di Filipina, yang kebetulan mayoritas penduduknya beragama Katolik.
Untuk Makarius Sintong, ada misi khusus yang diembannya dalam perjalanan itu. Ia bertemu dengan Master General Ordo Dominikan supaya dibantu agar MADN bisa terdaftar di lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sejak berdirinya PBB, Ordo Dominikan diberikan sebuah kursi permanen (permanent seat) di Komisi Hak Asasi Manusia di Geneva karena Ordo Dominikanlah yang pertama kali memperjuangkan hak-hak dasar kaum Indios (Indian) di Amerika Latin. Tokoh-tokohnya adalah Bartolomeus de las Casas, OP, yang dianggap “Bapak Teologi Pembebasan”, dan Montessino, OP, yang dijuluki “Bapak Hukum Internasional”.

Hiasan Natal

Mengunjungi Filipina saat Natal memberi pengalaman tersendiri. Sejak bulan September, rumah dan mal-mal di sana sudah memutar lagu Natal dan berhiaskan pernak-pernik Natal. Bahkan boleh dibilang, perayaan Natal terpanjang itu ada di Filipina. Suasana Natal sudah terasa sejak bulan yang berakhiran–ber: (September, Oktober, Nopember, dan Desember).
Saat kami tiba di Manila, kota sudah penuh dengan hiasan Natal yang sangat indah. Kami tinggal di Universitas Santo Tomas (UST), Universitas tertua di Asia yang didirikan oleh Ordo Dominikan tahun 1611, atau 401 tahun yang lalu.
UST memiliki peran penting dalam sejarah Filipina. Pahlawan Nasional, Jose Rizal, dan presiden pertama Filipina, Manuel Quezon, adalah alumninya. Bahkan banyak pula tokoh penting pemerintahan yang pernah bersekolah di UST. Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Muhammad pun pernah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari UST.
Salah satu karya utama Ordo Dominikan Provinsi Filipina adalah pendidikan. Ada delapan universitas atau setingkat universitas (College) yang menjadi karya OP di sana: Universitas Santo Tomas (1611), Letran Manila College (1620), Angelicum College Manila (1971), Angelicum School Ilo-Ilo (1970), Aquinas University Legazpi (1948), Holy Rosary Academy Manaoag (1949), Letran College Calamba (1979), dan Letran College Abucay (2001).
Menjelang Natal, UST dihias dengan aneka pernak-pernik Natal yang mempesona. Pohon Natal besar berdiri megah di lapangan sepak bola yang menjadi “gereja” dadakan karena banyaknya umat yang merayakan Novena Natal atau biasa disebut simbang gabi.
Secara harafiah, simbang gabi berarti “misa malam hari menjelang fajar.” Ini merupakan novena persiapan Natal yang dilakukan Gereja Katolik di Filipina. Misa novena, pertama kali dilakukan oleh para imam Spanyol untuk para petani sebelum berangkat ke sawah/ladang supaya bisa merayakan Natal dengan baik.
Misa Novena dirayakan antara jam 03.00-05.00 pagi waktu Filipina (jam 02.00-04.00 waktu Indonesia Barat). Umat yang menghadiri simbang gabi di UST sangat luar biasa. Lapangan sepak bola jadi penuh sesak. Umat Katolik percaya, dengan ikut misa Novena selama sembilan hari, mereka akan mendapatkan berkat melimpah.
Yang menarik juga di Filipina, karena alasan praktis pastoral, mereka merayakan pesta Natal bahkan sebelum tanggal 25 Desember. Para pastor dan dosen serta pegawai di komunitas Ordo Dominikan saling  mengucapkan “Selamat Natal” bahkan sebelum Hari Raya Natal 25 Desember. Mengapa? Natal bagi orang Filipina yang mayoritas penduduknya agama Katolik adalah perayaan terbesar boleh dikatakan dari segi agama maupun perayaan publik akhir tahun.  Natal bagi orang Filipina bukan hanya pesta keagamaan melainkan perayaan publik negara mayoritas Katolik maupun keluarga.  Natal juga bertepatan dengan liburan akhir tahun. Maka dari itu sebelum dimulainya Simbang Gabi  (16-24 Desember), yang juga permulaan liburan Natal dan akhir tahun, para pegawai biasanya saling mengucapkan selamat Natal terlebih dahulu. Tanggal 16 Desember yang merupakan hari pertama libur Natal dan akhir tahun kebanyakkan  akan pulang kampung untuk merayakan Natal bersama keluarga besar mereka di provinsi-provinsi lain di Filipina. Demikian juga para Pastor akan tersebar di seluruh wilayah Filipina merayakan Natal bersama umat. Untuk itu, sebagai alasan praktis, mereka mengucapkan terlebih dahulu selamat Natal sebelum liburan atau tugas imamat Natal karena mereka akan baru bertemu kembali tanggal 5/6 Januari.
Saya bersamaa dengan Bapak Makarius Sintong pun diundang Provinsial menghadiri pesta Natal yang kebetulan di tahun 2012 ini dihadiri Master General di UST. Setelah makan malam, acara dilanjutkan dengan ucapan “Selamat Natal” kepada Master General oleh anggota Ordo Dominikan Provinsi Filipina. Ucapan Natal dimulai oleh anggota termuda, dilanjutkan dengan tukar kado antar anggota OP Provinsi Filipina. Sudah menjadi tradisi Ordo Dominikan Provinsi Filipina, sebelum Natal, semua anggota berkumpul dan mengucapkan “Selamat Natal” terlebih dahulu kepada pimpinan. Alasannya sederhana: superior adalah pimpinan, sekaligus tanda atau simbol kesatuan anggota. Sebagai jabatan, ia harus dihormati karena selama setahun sudah melayani para saudara. Untuk Indonesia, tukar kado diwakili oleh superior Indonesia, Pastor Edmund C. Nantes OP. “Menarik sekali acara di sini. Ini pertama kalinya saya merasa diterima dan dekat dengan para imam dengan begitu hangat, dan memandu saya banyak hal,” komentar Makarius Sintong.

Intramuros
Berkunjung ke Manila tanpa ke Intramuros (artinya: kota di dalam kota) bisa dibilang sama saja belum ke Manila. Intramuros adalah cikal bakal kota Manila sekarang. Kota itu dikelilingi benteng, yang di dalamnya terdapat kantor Gubernur Jenderal dan benteng pertahanan.
Intramuros terletak di dekat sungai yang mengarah ke laut. Karena memang pada masa itu sarana transportasi utama adalah laut. Di dalam Intramuros, terdapat Katedral Manila dan Gereja tertua Filipina yang masih berdiri megah, sekaligus menjadi biara imam Santo Agustinus (OSA), sehingga disebut San Agustin Church (Gereja Santo Agustinus). Suasana masa lampau sungguh terasa di tempat itu karena sebagian area Gereja dijadikan museum untuk menunjukkan cikal-bakal penginjilan di Filipina.
Fort Santiago (Benteng Santiago) merupakan tempat di mana pahlawan nasional Filipina, Jose Rizal, pernah ditahan sebelum akhirnya dieksekusi. Banyak peninggalan (pakaian, buku, kacamata, dan lain-lain) milik Jose Rizal tersimpan di museum itu.
Kini, Fort Santiago menjadi salah satu tujuan wisata di Manila. Sebagai mahasiswa, saya sering mendengar nama Joze Rizal. Kini saya melihat sendiri peninggal­an serta tempat ia ditahan, sebelum dihukum mati. Saya senang dan bersyukur bisa berada di sini.Saya pikir pemerintah kita mesti belajar dari pemerintah Filipina. Banyak tempat bersejarah di sini dipugar, dipelihara, dan dikembangkan sehingga menjadi tujuan wisata sejarah. Bukankah kita juga bisa buat demikian di Negara kita?” kata Makarius Sintong.

Ziarah

Manila bukan hanya tempat wisata. Manila adalah kota bersejarah bagi umat Katolik Asia. Banyak misionaris abad XV-XVII yang melakukan penginjilan di Asia melalui Manila.
Kota Manila didirikan oleh Miguel Lopez de Legazpi tahun 1571. Setelah itu, berdirilah Keuskupan Manila dengan Uskup pertamanya Dominggo de Salazar, OP tahun 1581. Dari sinilah penginjilan di Asia, terutama di Cina, dijalankan.
Untuk Ordo Dominikan, selain di kota Manila, pusat misinya ada daerah Pecinan, yang lebih dikenal dengan nama Binondo. Di sini, para misionaris Dominikan belajar bahasa Mandarin dan Fukien sebelum penginjilan ke Cina. Katekismus pertama Filipina dan Mandarin, berjudul Doctrina Christiana (Doktrin Kristen [Katolik), ditulis oleh misionaris Dominikan tahun 1593. Di daerah itu, sampai hari ini masih ada sebuah biara Ordo Dominikan: Gereja Binondo yang berdiri tahun 1596, di mana martir Ordo Dominikan dan bapak ke­luarga Santo Lorenzo Ruiz tinggal dan mengabdi sebagai sacristan (koster). Dalam penginjilan ke Jepang, mereka semua ditangkap Shogun dan dimartir di Nagasaki. Karena itu, biara dan Gereja Binondo disebut juga Gereja para Martir.
Tempat ziarah lain yang kami kunjungi adalah Quiapo Church (Gereja Quiapo). Di Gereja itu terdapat patung Yesus berwarna hitam sedang memanggul salib (Black Nazarene), yang dianggap mukjizat. Pesta di Gereja itu diadakan setiap tanggal 9 Januari. Ribuan, bahkan bisa mencapai Jutaan umat, ikut dalam prosesi (perarak­an) patung tersebut. Patung dianggap mukjizat karena memang sudah banyak orang mengalami kesembuhan di situ.
Ziarah Bunda Maria yang mungkin tidak banyak diketahui orang adalah Our Lady of La Naval de Manila, sebagai peringatan kemenangan pertempuran laut antara Belanda dan Spanyol. Tahun 1646, angkatan laut Belanda menyerbu Manila dengan kekuatan besar. Saat itu, Spanyol hanya menggunakan tujuh kapal dagang yang tak cukup besar. Mereka berdoa dan berjanji kepada Ibu Maria; jika mereka berhasil mengalahkan Belanda, mereka akan merayakan besar-besaran dan turun-temurun prosesi (perarakan) Patung La Naval Bunda Maria. Kini, patung itu berada di gereja Ordo Dominikan, Santo Domingo, yang didirikan tahun 1571. Patung ini pernah diarak keluar saat “People Power” atau gerakan rakyat menggulingkan presiden Ferdinand Marcos dan Joseph Estrada.

Pada tanggal 22 Desember 2012, kami kembali ke Indonesia. Walau singkat, kunjung­an itu berhasil membuka mata kami akan dunia baru. Iman kami lebih diperkuat berkat perjalanan itu. “Masyarakat Kalbar mayoritas Katolik. Kita bisa membuat Natal menjadi lain dari tahun-tahun sebelumnya. Kita dibukakan mata bagaimana menjadi Katolik yang menghargai tradisi serta devosi,” kata Makarius. Saya sangat kagum melihat Filipina bisa punya budaya yang kental dengan kekatolikkannya. Seharusnya, kita di Kalbar bisa meniru bagaimana tradisi iman menjadi hidup, bisa dinikmati dan dihayati.

1 komentar: