Pada
tanggal 15 Desember 2012 yang lalu,
saya bertolak ke Manila, Filipina. Perjalanan itu pada dasarnya adalah untuk menemani Romo Johanes Robini Marianto, O.P. untuk
menghadiri “audit” (visitasi kanonik) Master General Ordo
Dominikan (OP) Fr. Bruno Cadore, OP, dari Roma.
Di
dalam konstitusi Ordo Dominikan, setiap Pimpinan Tertinggi (Master General),
wajib mengunjungi semua Cabang Ordo Dominikan (baca: Provinsi), minimal dua
kali selama masa pemerintahan (sembilan tahun), dengan hadir sendiri atau
diwakili asistennya. Karena Ordo Dominikan di Indonesia bernaung di bawah
Provinsi Filipina, maka Pastor Edmund C. Nantes, OP, selaku Superior dan Romo Robini OP wajib
berangkat ke Filipina.
Dalam perjalanan itu, saya Ari L. Susanto, mahasiswa Katolik dari Untan ditemani Bapak Makarius Sintong (Wakil Sekjend Majelis Adat Dayak Nasional
(MADN)) untuk secara langsung mengalami suasana
Natal di Filipina, yang kebetulan mayoritas penduduknya beragama Katolik.
Untuk Makarius Sintong, ada misi khusus yang diembannya
dalam perjalanan itu. Ia bertemu dengan Master General Ordo Dominikan supaya
dibantu agar MADN bisa terdaftar di lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Sejak berdirinya PBB, Ordo Dominikan diberikan sebuah kursi permanen (permanent
seat) di Komisi Hak Asasi Manusia di Geneva karena Ordo Dominikanlah yang
pertama kali memperjuangkan hak-hak dasar kaum Indios (Indian) di
Amerika Latin. Tokoh-tokohnya adalah Bartolomeus de las Casas, OP, yang
dianggap “Bapak Teologi Pembebasan”, dan Montessino, OP, yang dijuluki
“Bapak Hukum Internasional”.
Hiasan Natal
Mengunjungi
Filipina saat Natal memberi pengalaman tersendiri. Sejak bulan September, rumah
dan mal-mal di sana sudah memutar lagu Natal dan berhiaskan pernak-pernik
Natal. Bahkan boleh dibilang, perayaan Natal terpanjang itu ada di Filipina.
Suasana Natal sudah terasa sejak bulan yang berakhiran–ber: (September,
Oktober, Nopember, dan Desember).
Saat kami tiba di Manila, kota sudah penuh dengan hiasan
Natal yang sangat indah. Kami tinggal di Universitas Santo Tomas (UST),
Universitas tertua di Asia yang didirikan oleh Ordo Dominikan tahun 1611, atau
401 tahun yang lalu.
UST memiliki peran penting dalam sejarah Filipina.
Pahlawan Nasional, Jose Rizal, dan presiden pertama Filipina, Manuel Quezon,
adalah alumninya. Bahkan banyak pula tokoh penting pemerintahan yang pernah
bersekolah di UST. Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Muhammad pun pernah
mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari UST.
Salah satu karya utama Ordo Dominikan Provinsi Filipina
adalah pendidikan. Ada delapan universitas atau setingkat universitas (College)
yang menjadi karya OP di sana: Universitas Santo Tomas (1611), Letran Manila
College (1620), Angelicum College Manila (1971), Angelicum School Ilo-Ilo
(1970), Aquinas University Legazpi (1948), Holy Rosary Academy Manaoag (1949),
Letran College Calamba (1979), dan Letran College Abucay (2001).
Menjelang Natal, UST dihias dengan aneka pernak-pernik
Natal yang mempesona. Pohon Natal besar berdiri megah di lapangan sepak bola
yang menjadi “gereja” dadakan karena banyaknya umat yang merayakan Novena Natal
atau biasa disebut simbang gabi.
Secara harafiah, simbang gabi berarti “misa malam
hari menjelang fajar.” Ini merupakan novena persiapan Natal yang dilakukan
Gereja Katolik di Filipina. Misa novena, pertama kali dilakukan oleh para imam
Spanyol untuk para petani sebelum berangkat ke sawah/ladang supaya bisa
merayakan Natal dengan baik.
Misa Novena dirayakan antara jam 03.00-05.00 pagi waktu
Filipina (jam 02.00-04.00 waktu Indonesia Barat). Umat yang menghadiri
simbang gabi di UST sangat luar biasa. Lapangan sepak bola jadi penuh
sesak. Umat Katolik percaya, dengan ikut misa Novena selama sembilan hari,
mereka akan mendapatkan berkat melimpah.
Yang menarik juga di Filipina, karena alasan
praktis pastoral, mereka merayakan pesta Natal bahkan sebelum tanggal 25
Desember. Para pastor dan dosen serta pegawai di komunitas Ordo Dominikan
saling mengucapkan “Selamat Natal”
bahkan sebelum Hari Raya Natal 25 Desember. Mengapa? Natal bagi orang Filipina
yang mayoritas penduduknya agama Katolik adalah perayaan terbesar boleh
dikatakan dari segi agama maupun perayaan publik akhir tahun. Natal bagi orang Filipina bukan hanya pesta
keagamaan melainkan perayaan publik negara mayoritas Katolik maupun
keluarga. Natal juga bertepatan dengan
liburan akhir tahun. Maka dari itu sebelum dimulainya Simbang Gabi (16-24
Desember), yang juga permulaan liburan Natal dan akhir tahun, para pegawai
biasanya saling mengucapkan selamat Natal terlebih dahulu. Tanggal 16 Desember
yang merupakan hari pertama libur Natal dan akhir tahun kebanyakkan akan pulang kampung untuk merayakan Natal
bersama keluarga besar mereka di provinsi-provinsi lain di Filipina. Demikian
juga para Pastor akan tersebar di seluruh wilayah Filipina merayakan Natal
bersama umat. Untuk itu, sebagai alasan praktis, mereka mengucapkan terlebih
dahulu selamat Natal sebelum liburan atau tugas imamat Natal karena mereka akan
baru bertemu kembali tanggal 5/6 Januari.
Saya bersamaa dengan Bapak Makarius Sintong pun diundang Provinsial menghadiri pesta Natal yang kebetulan di
tahun 2012 ini dihadiri Master General di UST. Setelah makan malam, acara dilanjutkan dengan
ucapan “Selamat Natal” kepada Master General oleh anggota Ordo Dominikan
Provinsi Filipina. Ucapan Natal dimulai oleh anggota termuda, dilanjutkan
dengan tukar kado antar anggota OP Provinsi Filipina. Sudah menjadi tradisi Ordo Dominikan Provinsi
Filipina, sebelum Natal, semua anggota berkumpul dan mengucapkan “Selamat
Natal” terlebih dahulu kepada pimpinan. Alasannya sederhana: superior adalah pimpinan, sekaligus tanda
atau simbol kesatuan anggota. Sebagai jabatan, ia harus dihormati karena selama
setahun sudah melayani para saudara. Untuk Indonesia, tukar kado diwakili oleh superior Indonesia, Pastor
Edmund C. Nantes OP. “Menarik sekali acara di sini. Ini pertama kalinya saya
merasa diterima dan dekat dengan para imam dengan begitu hangat, dan memandu
saya banyak hal,” komentar Makarius Sintong.
Intramuros
Berkunjung
ke Manila tanpa ke Intramuros (artinya: kota di dalam kota) bisa dibilang sama
saja belum ke Manila. Intramuros adalah cikal bakal kota Manila sekarang. Kota
itu dikelilingi benteng, yang di dalamnya terdapat kantor Gubernur Jenderal dan
benteng pertahanan.
Intramuros terletak di dekat sungai yang mengarah ke
laut. Karena memang pada masa itu sarana transportasi utama adalah laut. Di
dalam Intramuros, terdapat Katedral Manila dan Gereja tertua Filipina yang
masih berdiri megah, sekaligus menjadi biara imam Santo Agustinus (OSA),
sehingga disebut San Agustin Church (Gereja Santo Agustinus). Suasana
masa lampau sungguh terasa di tempat itu karena sebagian area Gereja dijadikan
museum untuk menunjukkan cikal-bakal penginjilan di Filipina.
Fort Santiago (Benteng Santiago) merupakan tempat di
mana pahlawan nasional Filipina, Jose Rizal, pernah ditahan sebelum akhirnya
dieksekusi. Banyak peninggalan (pakaian, buku, kacamata, dan lain-lain) milik
Jose Rizal tersimpan di museum itu.
Kini, Fort Santiago menjadi salah satu tujuan wisata di
Manila. Sebagai mahasiswa, saya sering mendengar nama Joze Rizal. Kini saya
melihat sendiri peninggalan serta tempat ia ditahan, sebelum dihukum mati.
Saya senang dan bersyukur bisa berada di sini. “Saya pikir pemerintah kita mesti belajar
dari pemerintah Filipina. Banyak tempat bersejarah di sini dipugar, dipelihara,
dan dikembangkan sehingga menjadi tujuan wisata sejarah. Bukankah kita juga
bisa buat demikian di Negara kita?” kata Makarius Sintong.
Ziarah
Manila
bukan hanya tempat wisata. Manila adalah kota bersejarah bagi umat Katolik
Asia. Banyak misionaris abad XV-XVII yang melakukan penginjilan di Asia melalui
Manila.
Kota Manila didirikan oleh Miguel Lopez de Legazpi tahun
1571. Setelah itu, berdirilah Keuskupan Manila dengan Uskup pertamanya Dominggo
de Salazar, OP tahun 1581. Dari sinilah penginjilan di Asia, terutama di Cina,
dijalankan.
Untuk Ordo Dominikan, selain di kota Manila, pusat
misinya ada daerah Pecinan, yang lebih dikenal dengan nama Binondo. Di sini,
para misionaris Dominikan belajar bahasa Mandarin dan Fukien sebelum
penginjilan ke Cina. Katekismus pertama Filipina dan Mandarin, berjudul Doctrina
Christiana (Doktrin Kristen [Katolik), ditulis oleh misionaris
Dominikan tahun 1593. Di daerah itu, sampai hari ini masih ada sebuah biara
Ordo Dominikan: Gereja Binondo yang berdiri tahun 1596, di mana martir Ordo
Dominikan dan bapak keluarga Santo Lorenzo Ruiz tinggal dan mengabdi sebagai sacristan
(koster). Dalam penginjilan ke Jepang, mereka semua ditangkap Shogun dan
dimartir di Nagasaki. Karena itu, biara dan Gereja Binondo disebut juga Gereja
para Martir.
Tempat ziarah lain yang kami kunjungi adalah Quiapo
Church (Gereja Quiapo). Di Gereja itu terdapat patung Yesus berwarna
hitam sedang memanggul salib (Black Nazarene), yang dianggap mukjizat.
Pesta di Gereja itu diadakan setiap tanggal 9 Januari. Ribuan, bahkan bisa
mencapai Jutaan umat, ikut dalam prosesi (perarakan) patung tersebut. Patung
dianggap mukjizat karena memang sudah banyak orang mengalami kesembuhan di
situ.
Ziarah Bunda Maria yang mungkin tidak banyak diketahui
orang adalah Our Lady of La Naval de Manila, sebagai peringatan
kemenangan pertempuran laut antara Belanda dan Spanyol. Tahun 1646, angkatan
laut Belanda menyerbu Manila dengan kekuatan besar. Saat itu, Spanyol hanya
menggunakan tujuh kapal dagang yang tak cukup besar. Mereka berdoa dan berjanji
kepada Ibu Maria; jika mereka berhasil mengalahkan Belanda, mereka akan
merayakan besar-besaran dan turun-temurun prosesi (perarakan) Patung La Naval
Bunda Maria. Kini, patung itu berada di gereja Ordo Dominikan, Santo Domingo,
yang didirikan tahun 1571. Patung ini pernah diarak keluar saat “People Power”
atau gerakan rakyat menggulingkan presiden Ferdinand Marcos dan Joseph Estrada.
Pada tanggal 22 Desember 2012, kami kembali ke Indonesia. Walau singkat,
kunjungan itu berhasil membuka mata kami akan dunia baru. Iman kami lebih
diperkuat berkat perjalanan itu. “Masyarakat Kalbar mayoritas Katolik. Kita
bisa membuat Natal menjadi lain dari tahun-tahun sebelumnya. Kita dibukakan
mata bagaimana menjadi Katolik yang menghargai tradisi serta devosi,” kata
Makarius. Saya sangat kagum melihat Filipina bisa punya budaya yang kental
dengan kekatolikkannya. Seharusnya, kita di Kalbar bisa meniru bagaimana
tradisi iman menjadi hidup, bisa dinikmati dan dihayati.
Memakai tour apa ya kalau boleh tau?
BalasHapus