Ketika mendengar kata “anak berkebutuhan khusus”, ke arah manakah pikiran
kita berlari? Apakah ke anak-anak yang mengalami cacat fisik; tidak memiliki
tangan, tidak memiliki kaki, tidak dapat melihat, dan tidak dapat mendengar?
Atau, ke arah anak-anak yang air liurnya menetes panjang dan ingusnya menjulur?
Jika kita berpikir ke arah sana, itu tidak keliru. Namun, kita perlu tahu bahwa
“anak berkebutuhan khusus” ini mengandung arti yang lebih luas.
Anak berkebutuhan khusus tidak hanya mencakup anak dengan
kecacatan tertentu yang bersifat permanen. Ada pula anak berkebutuhan khusus
yang bersifat temporer. Biasanya disebut sebagai anak dengan faktor resiko,
yaitu anak-anak yang memiliki masalah perkembangan. Masalah perkembangan ini
berpengaruh terhadap kemampuan belajar anak selanjutnya. Bahkan, bila tidak
mendapatkan penanganan secara tepat, gangguan ini justru dapat berkembang
menjadi permanen.
Anak berkebutuhan khusus dengan kecacatan yang bersifat permanen
antara lain adalah anak dengan tuna rungu (tidak dapat mendengar), anak dengan
tuna wicara (tidak dapat bicara), anak dengan tuna netra (tidak dapat melihat),
anak dengan tuna daksa (cacat pada tubuh), serta anak dengan tuna grahita (mengalami
keterbelakangan mental). Selain itu, ada istilah yang juga berkaitan dengan
kebutuhan khusus. Contohnya ialah sindroma Down, autisma, asperger, cerebral
palsy, sindrom Klinefelter, disleksia, dan masih banyak jenis gangguan lainnya.
Sedangkan, anak berkebutuhan khusus yang bersifat temporer contohnya anak
dengan tuna laras. Tuna laras berarti anak mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial dan mengalami gangguan emosi. Kemudian, ada pula anak
dengan kebutuhan khusus lainnya yang disebabkan oleh penelantaran, kejadian
traumatis, dan kekerasan (fisik, emosional, atau pun seksual),
Bagaimana cara orang tua mengetahui bahwa buah hati mereka punya
kebutuhan khusus?
Untuk mengetahui
apakah anak punya kebutuhan khusus, orang tua dapat memperhatikan kemampuan
penglihatan, pendengaran, kemampuan berpikir, kemampuan berkomunikasi, serta
kemampuan gerak anak. Berikut ini adalah contoh panduan bagi para orang tua,
yang dikembangkan oleh Children’s
Inclusive Care Council of Amador and Calaveras:
a.
Penglihatan. Sebaiknya perhatikan
apakah anak sering mengucek matanya, mengalami kesulitan mengikuti orang atau
objek dengan matanya, mata memerah atau berair, posisi kepala anak terlihat
tidak wajar atau miring ke arah tertentu ketika melihat objek, mengecilkan mata
ketika melihat objek yang jauh, kesulitan memungut benda-benda kecil di lantai,
serta menutup salah satu mata ketika melihat objek pada jarak tertentu.
b.
Pendengaran. Lihat apakah anak mengalami
sakit terlinga secara berkala, mengalami masalah infeksi atau alergi pada
hidung, telinga, dan tenggorokan. Saat ada orang yang berbicara dengan anak,
anak tidak melihat ke sumber suara atau tidak bereaksi, bicara dengan nada yang
sangat tinggi atau rendah. Kemudian, perhatikan apakah anak sulit dipanggil
dari ruangan lain, sering memperhatikan ekspresi wajah kita saat berkomunikasi,
tidak menggunakan bahasa yang umumnya digunakan anak sebayanya, sering membesarkan
volume suara televisi atau mainan, mengarahkan telinga ke sumber suara, sulit
memahami kata-kata yang diucapkan lawan bicara, serta cenderung bernafas dari
mulut.
c.
Berpikir. Perhatikan apakah
anak tidak merespon wajah dan objek, atau tidak mengenal orang yang sering
bertemu dengannya. Anak tidak suka mencari sesuatu yang tersembunyi. Kemudian,
anak tidak dapat menyebutkan bagian-bagian tubuhnya, tidak dapat menyebutkan
kata-kata yang sederhana bahkan nama objek yang sering dilihatnya. Ketika usia
anak beranjak, dia tidak tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan
kreativitas seperti menggambar atau menyusun balok.
d.
Komunikasi. Perhatikan apakah
anak cenderung diam, kurang mampu memahami kata-kata mudah seperti susu, botol,
dan bye bye. Kemudian, anak juga
jarang menyebut mama atau dada, jarang menyebut nama-nama anggota keluarga.
Pada saat anak beranjak di usia dua tahun, anak tidak mampu berbicara dengan
dua frasa seperti, “Mau pergi”, “Minum susu”.
e.
Bermain. Perhatikan
kemampuan anak bayi apakah bisa melambaikan tangan untuk bilang bye bye sebagai perpisahan. Kemudian,
anak tidak mampu meniru orang tua dalam mengikuti rutinitas, misalnya mencuci
piring, memasak, atau bekerja.
f.
Perilaku secara umum. Perhatikan bagaimana temperamen dan
kepribadian anak. Biasanya anak tidak bisa fokus pada suatu hal, persikap terlalu
pemalu, tidak suka disentuh, suka merusak benda-benda, punya masalah tidur,
makan, atau seputar toilet.
Nah, kita telah
mengetahui ternyata begitu banyak masalah yang dapat terjadi dan dialami oleh
anak-anak. Panduan di atas merupakan contoh sederhana cara mendeteksi kebutuhan
khusus anak. Ada anak yang mengalami satu jenis permasalahan saja. Namun, ada
pula yang mengalami masalah kompleks, misalnya mengalami cacat ganda. Cacat
ganda contohnya tidak bisa melihat, tidak bisa mendengar, dan tidak bisa bersuara.
Kemudian, ada pula yang mengalami cacat fisik ditambah adanya penelantaran dan
kekerasan dari keluarga.
Setiap permasalahan
membutuhkan penanganan yang berbeda. Cara menyikapi anak yang satu dan yang
lain pun akan berbeda meskipun masalah yang dialaminya sama.
Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk menangani anak-anak
dengan kebutuhan khusus?
a.
Cari tahu
Ya, yang pertama kali
harus kita lakukan ialah mencari tahu kondisi yang dialami oleh anak. Tindakan
ini nampak sepele, namun efeknya justru mampu mengubah banyak hal. Setelah kita
mau mencari tahu dan menemukan jawaban tentang kondisi anak, maka cara berpikir
kita pun akan berubah. Begitu pula dengan perasaan dan tindakan kita. Dengan
mengetahui kondisi yang sesungguhnya, kita menjadi mampu berempati dengan anak.
Kita jadi bisa memahami dan memaklumi perilaku anak. Kita pun tidak akan
menuntut anak menjadi sosok ideal seperti yang ada di benak kita. Dengan
wawasan yang baik, kita jadi paham dan tahu berbuat apa kepada anak.
b.
Menemukan kelebihan
dan kekuatan anak
Anak berkebutuhan
khusus, pasti memiliki kekurangan. Namun, mereka pun pasti memiliki kelebihan
dan kekuatan. Dengan kebutuhannya yang khusus, cobalah mencari tahu apa
kelebihan dan kekuatan anak. Manfaat mengetahui kelebihan-kekuatan anak ialah
untuk membantu anak agar dapat mengembangkan dirinya secara optimal. Kelebihan-kekuatan
ini bisa berupa bakat, bisa juga potensi. Kita hanya perlu mengamati anak di
kehidupan sehari-harinya. Temukan kegiatan apa yang sering dilakukannya,
dilakukan berulang kali, sangat dinikmati, atau bahkan menghasilkan prestasi.
Itulah bakatnya. Jika kita ingin mengembangkannya, kembangkah lah bakat itu.
Kemudian, kita coba perhatikan lagi hal apa yang penjadi potensinya. Lihat hal
lain yang dia sukai, tidak harus menghasilkan prestasi. Jika dia menyukai hal
itu, artinya dia berpotensi di bidang tersebut. Maka, bisa kita kembangkan.
Kemampuan-kemampuan ini diperlukannya untuk menjalani kehidupannya di masa
mendatang. Upaya menemukan kelebihan dan kekuatan anak memang tidak mudah. Jika
kita sudah berupaya namun tidak berhasil menemukannya, kita dapat berkonsultasi
ke tenaga profesional seperti psikolog. Psikolog dengan latar pendidikan,
pengalaman klinis, kemampuan analisanya akan membantu kita menemukan
potensi-potensi anak.
c.
Memberi kesempatan
yang sama seperti anak lain
Anak-anak dengan
kebutuhan khusus juga memiliki hak yang sama dengan anak lain. Meskipun mereka
memiliki keterbatasan, bukan berarti mereka tidak boleh melakukan hal-hal
selayaknya anak normal. Apabila anak tidak dapat melakukannya secara mandiri,
maka mereka perlu didampingi. Sejauh hal itu tidak berbahaya bagi anak, berilah
mereka kesempatan untuk mencoba. Paling tidak secara psikis mereka bisa merasa
puas telah melakukan hal itu.
d.
Melibatkan anak dalam bersosialisasi
Dengan bersosialisasi
artinya kita memberikan anak kesempatan untuk melatih kecakapan sosial mereka.
Kecakapan sosial tingkat dasar yang dapat dilakukan ialah dengan tersenyum,
melakukan kontak mata dengan lawan bicara, melambaikan tangan, menyapa, memberi
salam, berkenalan, dan memberi pujian. Kecakapan sosial ini adalah kecakapan
dasar yang wajib diketahui, dipahami, dan dilakukan oleh manusia. Hal ini
menjadi modal bagi kelangsungan hidup anak-anak di masa yang akan datang.
e.
Ekspresikan rasa cinta
kepada anak
Orangtua dan keluarga
pastilah mencintai anak-anak yang berkebutuhan khusus itu. Namun, rasa sayang
dan cinta itu perlu diucapkan dan diekspresikan juga. Mengapa? Karena anak-anak
terbiasa dengan hal-hal konkrit. Dan, anak dengan kebutuhan khusus ini pun
memiliki kondisi mental yang khusus pula. Dia membutuhkan perhatian,
penerimaan, persahabatan, dan berpeluang untuk ikut serta dalam suatu aktivitas.
f.
Jalin kerja sama
dengan tenaga professional
Anak berkebutuhan
khusus membutuhkan penanganan berbeda dan khusus. Seiring bertambahnya usia,
persoalan baru juga akan muncul. Oleh karena itu, hendaknya kita perlu menjalin
kerja sama yang baik dengan tenaga kesehatan dalam menangani anak. Tenaga
profesional yang dimaksud contohnya dokter, psikolog, fisioterapis, guru, atau
perawat pribadi anak. Dengan kerja sama yang baik diharapkan dapat muncul
kebijakan-kebijakan yang baik dan mendukung perkembangan anak.
Oleh: Maria Nofaola., S.Psi., M.Psi., Psikolog
Tidak ada komentar:
Posting Komentar