menu

Minggu, 19 Juni 2016

Liburan Dalam Tradisi Kristen

Apakah orang Kristen boleh berlibur? Apakah salah kalau orang Kristen pada akhir tahun bersama seluruh keluarga menikmati liburan panjang setelah setahun penuh bekerja keras demi keluarga?Kalau kita melihat Kitab Suci yang tidak lain di dalam Kej 2: 2-3 dikatakan bahwa Allah sendiri, setelah menyelesaikan penciptaan langit bumi beserta isinya, berhenti dari karya penciptaan-Nya dan memberkati hari tersebut (baca: hari ketujuh). Tradisi Yahudi melihatnya sebagai hari Sabat; yakni hari di mana Tuhan berhenti berkarya. Bagi orang Yahudi itu hari sakral di mana mereka pun berhenti dari rutinitas pekerjaan mereka. Maka setiap hari ketujuh Tuhan berbaring di kubur menunggu fajar kebangkitan. Intinya ada hari perhentian. Dari dua tradisi, yakni Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kelihatan bahwa peristirahatan bukanlah dosa dan bahkan mengambil bagian dari sabat Tuhan. Orang Kristen tidak diminta untuk bekerja sepanjang tahun.
Mereka bahkan diminta untuk ingat Sabat Tuhan (yang tidak lain adalah hari Minggu) dan juga seperti Tuhan memberkati hari tertentu untuk berhenti dan menikmati hasil kerjanya. Di dalam Kej 2: 2-3 kelihatan Tuhan bukan sekedar berhenti; melainkan melihat (harusnya mengagumi atau kontemplasi tepatnya) hasil karya-Nya sendiri. Maka manusia Kristen diminta ada hari (atau hari-hari) berhenti bekerja untuk menikmati dan kontemplasi mengenai hasil kerjanya. Artinya: liburan bagi orang Kristen adalah saat “melihat segala sesuatu baik adanya” dan bersyukur akan apa yang telah dicapai dalam terang anugerah Tuhan. Itu juga hari bersyukur; mengsyukuri anugerah Tuhan di dalam doa dan menikmati hasil anugerah tersebut.
Paus Emeritus Benediktus XVI mengatakan “ Setiap orang Kristen harus sadar bahwa liburan bukan
hanya persoalan istirahat fisik; tetapi saatnya memperkaya hidup rohani dengan doa dan meditasi sehingga seseorang semakin dekat secara pribadi dalam minggu dan kelipatan tujuh (7 tahun atau 7x7 tahun [Yubileum]) masyarakat Yahudi sangat mengsakralkannya. Di dalam Ul 15: 1, 12 bahkan diperintahkan untuk menghapus hutang dan membebaskan budak pada tahun ketujuh! Angka 7 menjadi sangat keramat di masyarakat Yahudi karena Kej 2: 2-3 itu. Kekristenan yang merupakan Perjanjian Baru menerima pandangan tersebut; yakni ada hari yang dikhususkan bagi Tuhan. Bagi orang Kristen tentunya hari itu adalah hari Minggu; hari di mana Yesus bangkit dari alam maut. Di situ orang Kristen merayakan kebangkitan Tuhan dengan berkumpul dan memecahkan roti (baca: Ekaristi). Bagi orang Kristen sabat adalah paskah Tuhan di mana adi dengan Tuhan Yesus dan mengikuti ajaran-Nya.” Liburan sangat punya arti karena seorang manusia bisa mempunyai waktu lepas dari kebisingan kerja dan menemukan waktu untuk dirinya sendiri demi memperkaya hidupnya; terutama hubungan dengan Tuhan. Hal ini bisa dikaitkan dengan apa yang dikatakan di atas bahwa mengsyukuri anugerah kehidupan dan pekerjaan dan hasil yang diperoleh; yang tentu tidak lepas dari rahmat Tuhan.
Paus Fransiskus mengingatkan bahwa liburan dan perayaan (baca: pesta) adalah bagian dari kodrat ciptaan, di dalam hal ini dunia manusia. Paus Fransiskus mengingatkan kita untuk ingat akan kisah Penciptaan di dalam Kej 2: 2-3 di mana Tuhan berhenti bekerja pada hari ketujuh dan memberkatinya. Bagi orang Kristen, menurut Paus Fransiskus, liburan adalah “re-creation,” artinya penciptaan kembali (peremajaan atau penyegaran). Beliau mengatakan: “Liburan itu bukan pertama-tama bermalas-malasan dari rutinitas kerja. Liburan pertama-tama adalah saat bersyukur apa yang telah dicapai di dalam pekerjaan. Kita merayakan kemanusiaan kita yang diciptakan sebagai citra Allah dan bukan budak dari pekerjaan kita. Pada saat yang sama kita merayakan arti terdalam dari kerja itu sendiri.” Paus Fransiskus mengingatkan akan bahaya keserakahan yang membuat kita bekerja dan bekerja terus untuk kekayaan. Keserakahan membuat kita bekerja tanpa istirahat dan membuat kita dan orang lain dalam situasi yang berbahaya. Bahkan dengan tanpa liburan atau istirahat kita membahayakan sumber daya alam yang dieksploitasi terus tanpa henti sehingga menyebabkan semua, termasuk manusia, dalam kondisi yang berbahaya. Paus Fransiskus mengatakan tanpa istirahat kita manusia menjadi tidak manusiawi karena berada dalam kelelahan. Di balik kesemuanya itu Paus Fransiskus ingin mengatakan hidup manusia selain bekerja juga harus punya rasa kebahagiaan, syukur dan kegembiraan. Kita harus punya waktu untuk berbangga akan apa yang
telah kita lakukan dan pekerjaan kita. Kita bahkan harus merayakan kesejahteraan yang diberikan kepada keluarga kita dengan rasa syukur. Itulah sebabnya, menurut Paus Fransiskus, bagi orang Kristen hari Minggu adalah hari syukur di mana dirayakan Ekaristi yang tidak lain adalah perayaan syukur. Perayaan Ekaristi berbarengan dengan hari keluarga di mana kita berkumpul bersama mengingatkan kita akan Sabat abadi yaitu surga di mana istirahat yang sebenarnya sungguh dimulai dalam keabadian.
Paus Fransiskus juga mengingatkan pentingnya liburan dan perayaan (baca: pesta) di dalam keluarga.
Di dalam keluargalah, menurut Paus Fransiskus, arti perayaan kebersamaan dan liburan menjadi sepenuh-sepenuhnya dialami dalam kegembiraan dan penuh arti. Di sinilah, Paus Framsiskus berkata, arti keluarga menjadi sepenuhnya bisa dialami dan dihayati: keluarga mengerti, mendukung dan merayakan arti sesungguhnya kehidupan, termasuk kerja dan liburan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar