Setiap suku bangsa yang mendiami negara kepulauan di
nusantara pasti memiliki ciri khas tersendiri dalam menjaga serta melestarikan
budaya serta adat istiadatnya. Ada berbagai cara yang dilakukan oleh masyarakat
adat dalam rangka pelestarian budaya, termasuk juga suku Dayak. Seperti halnya
yang dilakukan oleh suku-suku yang lain, juga mempunyai tradisi sendiri dalam
hal menjaga keberlangsungan budaya yang sudah ada sejak dulu kala dari generasi
ke generasi.
Salah satu budaya yang hingga kini masih tetap ada
dan selalu digelar dan dijumpai adalah perayaan syukur atas panen padi. Banyak
istilah yang digunakan untuk perayaan syukur atas panen padi ini. Hal ini
dikarenakan di dalam suku Dayak sendiri terdapat ratusan sub-suku yang memiliki
bahasa serta budayanya sendiri-sendiri. Orang suku Dayak dari daerah aliran
Sungai Kapuas kerap menyebutnya dengan Gawai, orang suku Dayak yang berada di
Kabupaten Sambas dan Kabupaten Bengkayang menyebutnya Maka‘ Dio, sedangkan
orang sub suku Dayak Kayan yang berada di Kampung Mendalam, Kabupaten Kapuas
Hulu menyebutnya dengan Dange.
Salah satu pesta syukur atas panen padi dengan
bahasa yang berbeda lagi adalah upacara Naik Dango. Upacara Naik Dango
merupakan kegiatan ritual dari sub suku Dayak Kanayatn yang saat ini kebanyakan
bermukim di Kabupaten Mempawah, Kabupaten Kubu Raya, dan Kabupaten Landak di
Kalimantan Barat. Seperti halnya dalam sub Suku Dayak
lainnya yang mendiami Pulau Kalimantan, upacara atau ritual Naik Danggo ini
merupakan syukuran atas panen padi yang diperoleh dari aktivitas bercocok tanam
atau berladang. Ungkapan rasa syukur ini tentunya disampaikan masyarakat Dayak
Kanayatn kepada jubata (Sang
Pencipta) terhadap segala hasil yang telah diperoleh selama setahun penuh.
Melalui upacara Naik Danggo ini mereka merefleksikan kegiatan yang sudah lalu
kemudian dihubungkan dengan kebesaran jubata.
Selain ungkapan rasa syukur, dengan digelarnya upacara ini masyarakat juga tidak
lupa memohon agar hasil panen tahun berikutnya dapat menjadi lebih baik dan
tentunya dihindarkan dari bencana dan malapetaka. Upacara ritual Naik Dango ini
kerap dilaksanakan rutin setiap tahun dan dilaksanakan secara bergiliran di daerah
dimana sub Suku Dayak Kanayatn berada.
Saripin, 61 tahun, Pemimpin Adat yang berasal dari
Kecamatan Anjongan Kabupaten Mempawah mengatakan mengatakan bahwa acara Naik
Dango ini merupakan ajang silaturahmi serta pemersatu masyarakat adat suku
Dayak Kanayatn yang tinggal dibeberapa kabupaten berbeda. Dia menjelaskan tahapan
pelaksanaan upacara Naik Dango terdiri dari dua bagian yakni sebelum hari
pelaksanaan dan pada hari pelaksanaan.
Saripin bercerita sehari sebelum pelaksanaan acara
Naik Dango dilaksanakanlah ritual yang disebut nyangahatn (pelantunan doa). Doa ini dilakukan di depan jalan masuk
menuju ke Radank (rumah adat suku Dayak Kanayatn). Nyangahatn ini dimaksudkan untuk memberitahukan dan memohon restu
pada jubata, dan bertujuan untuk
memohon keselamatan bagi para pengunjung yang hadir menyaksikan upacara Naik
Dango ini. Kemudian pada hari pelaksanaan Naik Dango dilakukan lagi ritual nyangahatn sebanyak 3 kali ditempat yang
berbeda.
“Pertama nyangahatn
lakukan di sami (pelataran utama)
yang ada di Radank. Nyangahatn ini
bertujuan untuk memanggil jiwa atau semangat padi yang belum datang agar menuju
ke rumah adat. Setelah itu nyangahatn
dilakukan lagi ditempat yang kami sebut baluh/langko.
Nyangahatn ini bertujuan mengumpulkan
semangat padi yang tadinya telah dipanggil agar berkumpul disebuah tempat yaitu
lumbung padi. Dan nyangahatn selanjutnya
dilakukan di pandarengan. Tujuan nyangahatn ini adalah memberkati padi agar
dapat bertahan dalam waktu yang lama serta tidak cepat habis,” tutur Saripin.
“Inti dari upacara Naik Dango adalah pada saat
dilakukannya nyangahatn. Dalam
prosesnya terlihat ada yang namanya tingkakok
nimang padi. Simbol yang mengingatkan kita kembali pada proses turunnya
padi dari jubata kepada manusia. Dalam
tingkakok nimang padi, padi yang
merupakan hasil panen setiap tahun akan dibawa ke lumbung padi dengan iringan
tari-tarian dan irama musik ‘amboyo’. Hal ini merupakan ungkapan kasih dan rasa
syukur yang mendalam atas berkat panen yang diberikan,” ungkap pria yang
tinggal di Desa Pak Buluh, Kecamatan Anjongan ini.
Dalam bentuknya yang masih tradisional, pelaksanaan upacara
adat Naik Dango ini dibatasi wilayah kampung atau ketemanggungan saja. Setelah
rangkaian upacara adat selesai
dilangsungkan, masyarakat saling mengunjungi rumah tetangga dan kerabatnya
dengan suguhan utama seperti: poe’ (lemang atau pulut dari beras ketan yang
dimasak di dalam bambu), tumpi (kue cucur), bontonkng (nasi yang dibungkus
dengan daun hutan seukuran kue), serta jenis makanan tradisional yang terbuat
dari bahan hasil ladang atau hutan.
Namun dalam kemasan modern seperti saat ini, upacara
adat Naik Dango ini dilaksanakan dalam berbagai bentuk acara adat, kesenian
tradisional, dan pameran kerajinan tradisional. Hal ini kemudian menyebabkan sisi
yang lebih ditonjolkan dalam pelaksanaan Naik Dango hanya merupakan sebuah pesta
rakyat. Namun jika dilihat dari sisi tradisi akarnya, Naik Dango tetap merupakan
sebuah upacara adat.
Saripin kembali bertutur bahwa acara inti Naik Dango
sebenarnya hanya berlangsung satu hari saja. Tetapi seiring waktu berjalan acara
ini kemudian dikemas menjadi satu kesatuan hingga dapat berlangsung sampai 7
hari, sehingga dapat menampilkan berbagai bentuk budaya tradisional yang lain. Seperti
misalnya upacara adat, permainan dan perlombaan tradisional dan berbagai bentuk
pegelaran hasil kerajinan tangan masyarakat yang bernuansa tradisional.
Dengan penyajian berbagai unsur tradisional yang
disajikan dalam rangkaian upacara adat Naik Dango ini, Saripin mengatakan bahwa
Naik Dango tidak lagi hanya sebagai sarana dalam mempererat silaturahmi antar
masyarakat Dayak tetapi juga berkembang sebagai sebuah event yang eksotis ditengah-tengah kesibukan masyarakat suku Dayak.
Karena dalam perjalanannya Naik Dango merupakan satu-satunya peristiwa budaya sub
Suku Dayak Kanayatn yang dilaksanakan secara rutin setiap tahun. Melalui
kegiatan ini, Saripin berharap pelestarian berbagai seni kebudayaan Dayak yang memiliki
pesona luar biasa, dapat saling erat berhubungan sehingga menambah khasanah bingkai
kekayaan budaya di nusantara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar